Selasa, 30 Maret 2010

Ubiquitous

Ubiquitos adalah suatu sistem yang memungkinkan manusia berinteraksi dengan komputer secara kontinyu, dimana saja, kapan saja dan bagaimana saja

Kita dapat mengetahui perubahan nyata atas gejala penggunaan satu komputer untuk orang banyak (periode Mainframe), satu komputer untuk satu orang, bahkan dibenamkan kepada perkakas kerja (PC), hingga satu orang mengakses berbanyak komputer (InterNetworking). Dan ke depan, dengan dimudahkannya akses ke internet serta perbaikan teknologi batere, memungkinkan mobilitas berbagai entitas menjadi sangat tinggi jika device dapat semakin diperingkas. Kait yang segera ditangkap adalah memungkinkan manusia berinteraksi dengan komputer secara kontinyu, di mana saja, kapan saja, mungkin juga bagaimana saja. Inilah yang dikenali dengan ubiquitous computing. Istilah ubiquitous sendiri memiliki arti muncul atau terjadi dimana-mana.

Pelopor ubiquitous computing adalah Mark Weiser, sehingga dia mendapat julukan sebagai bapak dari ubi-c seorang Chief Teknologi di Xerox PARC (Palo Alto Research Center) pada th 1988. Dalam ubi-c, proses komputasi sudah menyatu dengan obyek yang ada di sekitar kita. Kalau diambil contoh ubi-house, maka obyek-obyek seperti meja, kursi, dinding, pintu memiliki sensor yang bisa bekerja secara independen dan kemudian memberi informasi kepada kita sebagai pengguna. Film yang mengilustrasikan ubi concept adalah Minority Report (sayangnya saya belum sempat melihat lengkap…). Potongan film itu memperlihatkan bagaimana ketika Tom Cruise berjalan, terdapat banyak informasi yang diterima dari berbagai sisi ruangan dan peralatan. Menurut Weiser, ubiquitous computing memungkinkan pemakaian beratus-ratus device (alat) komputasi wireless per orang perkantor dalam semua skala. Kemudian komputer menjadi semakin embedded (tertanam dalam suatu alat), semakin pas dan enak, serta semakin natural. Sehingga kita menggunakannya tanpa memikirkannya dan tanpa menyadarinya. Tujuan utamanya adalah "activate the world", mengaktifkan segala yang ada di sekitar kita. Hal itu membutuhkan inovasi-inovasi baru dalam banyak bidang. Jika diteruskan, mungkin hampir semua equipment yang ada di dunia ini, maka orang dapat mengotomatisasi semuanya. Sehingga jadilah ubiquitous computing systems besar.

Dalam ubi, dikebal beberapa “any”, diantaranya any time, any where, any network. Di setiap waktu, setiap tempat dan seiap jaringan, service tersedia. Tentu saja kalau sudah ada peralatan yang mendukungnya. Salah satu peralatan yang mendukung adalah RFID (Radio Frequency Identification). Aplikasi yang mulai dikembangkan adalah pemanfaatannya di supermarket untuk menggantikan barcode. RFID memiliki jarak jangkau beberapa meter, sehingga saat akan membayar barang belanjaannya, penjaga toko tidak harus memindai barang satu persatu. Secara otomatis barang yang akan dibeli akan dipindai oleh mesin ketika melewati pintu keluar. Pembeli tinggal membayar barang belanjaannya dengan, misalnya kartu kredit. Di sebuah supermarket di Jerman, dikembangkan aplikasi dimana pembeli bisa menggunakan HP-nya untuk memotret barcode barang yang dibeli dan kemudian menggunakan foto di HP-nya itu untuk menghitung berapa jumlah yang harus dibayar. Pembayaran bisa menggunakan cara ‘tradisional’ dengan kartu kredit atau debit, dengan sidik jari atau HP. Kemungkinan lain, di masa depan, bisa jadi informasi mengenai kartu kredit kita akan disimpan dalam sebuah RFID kecil yang dibenamkan ke dalam kulit kita. Saat membayar, kita cukup mendekatkan jari atau lengan ke mesin pembayaran! Mudah bukan?! Eiit… tetapi ada satu persoalan serius, yaitu privasi.

Kalau setiap obyek bisa dikenali dalam ubi-c ini, dan setiap orang sudah memiliki chip yang berisi data dirinya, maka secara prinsip data mengenai dirinya dapat diketahui oleh siapa saja yang memiliki mesin yang tepat. Perlindungan dengan berbagai sistem akses dan otorisasi jelas akan dipasang, tetapi tetap tidak menutup kemungkinan ada kebocoran. Ini adalah satu masalah yang ditekankan oleh Prof Onsrud (seorang surveyor sekaligus pengacara!). Ternyata situasi antara Korea Selatan dengan USA, Eropa dan Australia berbeda. Sampai saat ini privasi belum menjadi hal yang sangat serius diperhitungkan di Korea Selatan. Mereka lebih konsentrasi pada pengembangan teknologinya, dan bahkan sudah mempersiapkan sebuah kota yang secara khusus akan menjadi percontohan dari Ubiquitous City…. U-City.

Bagaimana pengaruhnya dalam dunia spasial? Pemikiran yang berkembang sekarang adalah menggabungkan konsep ubiquitous ini dengan spatially enabled society (SES), terutama melalui Ubi-GIS. Ubi-GIS diharapkan dapat mendukung implementasi dari SES. Beberapa bidang penelitian yang terkait adalah ambient spatial intelligence, geo-(atau wireless) sensor network, sensor web enablement, dan location based service (LBS). Beberapa teman di Indonesia (Yogyakarta dan Jakarta) tampaknya juga sudah mulai masuk ke tema riset ini.


Sumber :

http://umum.kompasiana.com/2009/02/19/bener-nih-sudah-siap-jadi-mahluk-ubiquitous/

http://herisutanta.staff.ugm.ac.id/?p=44


Tidak ada komentar:

Posting Komentar